Tanjung Pura – Sejumlah aktivis lingkungan dari berbagai Non Governmental Organization (NGO) turun ke Hutan Lindung Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjung pura, Langkat, Sabtu (7/5/2024) siang. Mereka pun mengecam mafia perusak belantara Mangrove dan Nipah di kawasan tersebut.
Sumiati Surbakti SE, Direktur Yayasan Srikandi Lestari berang saat melihat hutan di sana sudah porak poranda. Ia menilai, aparat penegak hukum gagal dalam menjaga dan melindungi kawasan tersebut dari rakusnya mafia alih fingsi lahan.
Menurut wanita yang biasa disama Mimi ini, warga negara dilindungu Undang – undang untuk menjaga dan melindungi kawasan hutan. Namun, hutan di sana terus dirusak oleh mafia dan terjadi pembiaran secara terus menerus.
Bahkan, masyarakat yang berjaung melindungi hutannya malah dikriminalisasi. “Siapa penjahatnya, siapa pelindungnya. Apakah masyarkat yang ditangkap sebagai penjahat, atau yang menangkap. Saya selaku aktivis lingkungan mengutuk dan mengecam keras persoalan ini,” ketus Mimi.
Di satu sisi, kata Mimi, saat ini tengah terjadi pemanasan global dan krisis iklim. Bahkan presiden sedang gencar – gencarnya menggaungka perihal pelestarian mangrove. Namun, mafia malah semakin menggila merambah hutan lindung di desa itu.
Dalam hal ini, Mimi juga mempertanyakan kinerja Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) selaku fasilitator pelestarian kawasan Rhyzophora. Kalau lahannya tidak tersedia karena alih fungsi lahan, bagaimana hutan bakau dilestarikan.
“Saat ini, kita tengah berupaya untuk melindungi paru – paru dunia, paru – paru kita sendiri. Kita juga tengah menolak bencana, namun saat ini terjadi kita malah mengundang bencana,” tegasnya.
Aktivis wanita ini medapat informasi, bahwa ada warga di sana yang dikriminalisasi karena menjaga kawasan hutan. Ilham Mahmudi terkesan diculik oleh belasan pria berpakaian preman dari rumahnya.
Kapolri diminta untuk segera bertindak dan mengungkap dalang dari rentetan peristiwa perusakan hutan hingga penjemputan paksa Ilham. “Kami bersama LBH Medan dan Kontras siap terus mengawal proses ini. Kita akan terus suarakan terkait ketidakadilan dan perusakan lingkungan di wilayah ini,” tutur Mimi.
Dari Investigasi awak media dan aktivis lingkungan, hamparan tanaman Rhizophora (Mangrove) di Kawasan Hutan Lindung pada kordinat 4.01098 LU – 98.48422 BT porak poranda. Warga Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjung Pura, Langkat yang menjaga hutan itu resah. Hutan sebagai ekosistem yang menopang kehidupan mereka, kini tak lagi bersahabat.
Bukan lagi persolaan mengais rezeki di kawasan Mangrove, pemukiman warga di desa itu, kini kerap terendam air laut. Lingkupan benteng perkebunan sawit pada Kawasan Hutan Lindung sesuai Kepmen LHK Nomor SK.6609/MenLHK-PKTL/KUH/PLA/2/10/2021 ini, menyebabkan siklus air laut ke belantara bakau terganggu.
Mafia perambah wangrove di hutan lindung itu, merampas hak penduduk di sana atas kehidupan yang layak. “Dulu, rusa pun banyak dijumpai di kawasan hutan ini. Sekarang, sudah tak ada lagi. Pohon mangrove berusia puluhan tahun ditumbangi mafia,” tutur Syahrial.
Parahnya, Sarkawi alias Olo, salah seorang warga di kampung itu, disebut – sebut dan diduga selalu memfasilitasi kebutuhan mafia. Alat berat berupa ekskavator yang dibutuhkan, Olo mampu menyediakan hingga masuk ke kawasan hutan.
Ironis, pada awal Februari 2024 lalu, 1 unit ekskavator berhasil diamankan aparat kepolisian dari Polda Sumut, atas laporan Ilham Mahmudi dan rekan – rekannya. Namun, aktor yang santer memfasilitasi alat berat yang merusak hutan tak kunjung tertangkap.
Malah, sang penjaga hutan lindung dari pembalak liar dijemput paksa dari rumahya pada 18 April 2024 lalu. Ilham Mahmudi diamankan belasan pria berpakaian preman tanpa memperlihatkan surat perintah penangkapan, atas tuduhan perusakan sebuah rumah yang berdiri di hutan lindung.
Warga di desa itu, kini kerap mendapat teror. Beberapa utusan Olo, sering mendatangi warga sembari mengeluarkan mengancam. Tak segan – segan, orang utusan Olo memotret warga sembari mengatakan ‘Awas kalian!!!’.
Kawasan itu dilingkup dengan tanggul tanah untuk mencegah air laut masuk ke hutan. Tak ada lagi terlihat hewan – hewan khas hutan bakau di sana. Yang tersisa hanyalah kondisi lahan yang gersang dan porak poranda.
Pepohonan sawit dari beragam usia tanam, kontras terlihat sebagai bukti ulah mafia yang tak bertanggungjawab. Namun, baik pemerintahan desa setempat maupun pihak – pihak terkait yang bertanggungjawab terkesan menutup mata.
Anehnya, pada tanggul dan areal di dalam kawasan hutan lindung itu berdiri plang – plang larangan masuk. Tulisan ‘Tanah/Area Kebun ini Dalam Pengawasan Advokat / Pengacara : Ali Musa Tarigan SH MH, Muhammad Riau SH MH, Herman Nasution SH MH. HP 08126427007 – 081280443255.
Di plang yang tertera logo AMR Law Firm itu, juga tertera larangan masuk Pasal 551 KUHP, Pasal 167 (Ayat 1) KUHP dan Pasal 257 (Ayat 1) UU 1/2023. Sejatinya, plang ditancapkan tersebut juga berada persis di dalam kawasan hutan lindung.
“Kan aneh. Masyarakat yang menjaga hutan dari kerusakan, kok ditangkap. Mafia yang semestinya dihukum malah dilindungi. Kami diteror karena menjaga alam. Di mana polisi yang semestinya menjadi pengayom kami. Hutan lindung ini akan tetap kami pertahankan, meskipun harus menumpahkan darah,” ketus puluhan warga yang mendatangi lokasi tersebut.
Di lokasi itu juga, warga Desa Kwala Langkat mendesak agar polisi segera membebaskan Ilham Mahmudi dan menangkap Sarkawi alias Olo yang diduga sebagai antek mafia. Mereka membawa poster yang bertuliskan kata – kata penolakan terhadap praktik mafia perusak hutan dan tindakan tegas aparat penegak hukum dalam persoalan tersebut.
Sejatinya, Undang – undang 18/2013 memberikan legalitas atau dasar hukum, keberadaan masyarakat dikawasan hutan lindung dalam menjaga hutan. Sehingga dapat dimaknai, undang – undang ini berkontribusi dalam melindungi eksistensi mayarakat dalam upaya menjaga dan mencegah kerusakan hutan.
Masyarakat lokal semestinya menjadi bagian dari orang yang harus dibela negara. Intrumen internasional memandatkan, negara wajib menjaga keberadaan pembela Hak Asasi Manusia (HAM) / Human Rights Defenders (HRDs). Termasuk masyakarat yang memastikan perlindungan kawasan hutan yang dilindungi. (Ahmad)