Suarametro.net, LANGKAT – “Kita ini bukan pemerintah. Kita ini bukan penguasa. Jadi, harus tahu diri.” Kalimat itu bukan keluar dari mulut oposan jalanan. Itu pernyataan Ricky Anthony, Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan DPD Partai NasDem Kabupaten Langkat, dalam rapat internal yang berlangsung pada Rabu, 14 Mei 2025.
Di tengah atmosfer politik yang dinamis, Ricky bicara lantang di hadapan pengurus DPD dan Fraksi Partai NasDem DPRD Langkat. Sorotan tajamnya bukan cuma tentang kekuasaan, tapi tentang jati diri partai yang jangan tercerabut dari akar. Ia bicara tentang jangan lupa diri. Tentang mengingatkan kader yang, alih-alih menjadi penyambung lidah rakyat, jangan justru jadi pelengkap kehendak penguasa.
Berteman Saat Pilkada, Bukan Bertekuk Saat Pemerintah Salah
“Bahwa kita pernah mendukung, iya. Tapi setelah dilantik, urusan itu sudah selesai,” tegas Ricky. Kalimat itu seperti hantaman telak bagi mereka agar tidak terlalu nyaman duduk di barisan pendukung, lupa bahwa ber-oposisi bukan musuh, melainkan cermin.
Langkat saat ini dipimpin oleh duet PAN dan Golkar. Dalam pilkada, NasDem memang sempat berada di perahu yang sama. Tapi Ricky tak ingin partainya menjadi sekadar tukang stempel kebijakan. Ia mengingatkan: tugas utama NasDem adalah kembali ke tengah rakyat. Menyuarakan suara rakyat. Bahkan jika harus berlawanan dengan arus kekuasaan.
“Jangan semua program kita dukung. Harus selektif. Harus kritis. Harus berani berbeda,” kata Ricky.
Di ruang rapat itu, tak ada basa-basi. Tak ada eufemisme. Yang ada hanya sikap tegas untuk kembali ke jalan partai: menjadi mitra kritis. Menjadi penyambung suara rakyat. Menjadi penyeimbang.
Bukan Wadah Karir, Tapi Rumah Ideologi
Di akar rumput, komitmen NasDem tidak boleh diragukan oleh konstituen. Tak boleh dituding lembek. Dituduh terlalu dekat dengan penguasa. Ricky membaca gelombang itu. Maka arahannya pun tajam dan penuh pesan moral.
“Kita harus tahu diri, tahu posisi. Kita ini bukan partai pemerintah di Langkat,” ujarnya.
Kader harus vokal perjuangkan suara rakyat jangan takut demi menjaga relasi kekuasaan, harus berkaca. NasDem, kata Ricky, bukanlah wahana nyaman bagi yang ingin selamat dari badai. Tapi kapal perjuangan bagi mereka yang siap menantang ombak.
Suara dari Bawah, Bukan Bisikan dari Atas
Ricky menegaskan bahwa NasDem Langkat tak boleh kehilangan akarnya. Ia menginstruksikan agar setiap anggota fraksi kembali menyerap aspirasi masyarakat. Usulan-usulan warga harus diperjuangkan, bukan dimanipulasi.
Ia ingin Fraksi NasDem jadi corong. Bukan untuk pemerintah, tapi untuk rakyat. “Kalau program pemerintah bagus, kita dukung. Tapi kalau tidak sesuai dengan kehendak masyarakat, ya kita lawan.”
Kata-katanya tidak main-main. Dalam politik yang kerap jadi panggung pura-pura, pernyataan Ricky seperti motivasi keras untuk para kader. Ia menolak NasDem menjadi pelengkap yang membisu.
Menuju 2029: Politik Gagasan atau Gengsi Kekuasaan?
Arah ini bukan sekadar koreksi. Tapi positioning strategis menjelang tahun-tahun politik terus berjalan. 2029 tinggal empat tahun lagi. Kalau NasDem ingin bertahan, bahkan menang, maka jalan satu-satunya adalah kembali dipercaya rakyat.
Dan kepercayaan itu, kata Ricky, tidak dibangun dengan sanjungan kepada bupati, tapi dengan keberanian menentang jika perlu. Kepercayaan itu tak lahir dari rapat-rapat elitis, tapi dari keberpihakan di lapangan.
Menjadi Wakil Rakyat yang Menyala
Rapat 14 Mei itu mungkin biasa-biasa saja bagi yang cuma melihat formalitas. Tapi tidak bagi mereka yang menangkap maknanya. Ricky Anthony sedang membangunkan kesadaran. Bahwa menjadi partai yang mengkoreksi pemerintah bukan berarti tak berdaya.
Justru di situlah daya muncul: menjadi motivasi yang menyala. Bukan batu sandungan, tapi cahaya yang memandu.
Rakyat tidak butuh partai penurut. Mereka butuh pembela. Dan jika NasDem Langkat ingin hidup lebih lama dari sekadar periode legislatif, maka jalan itu cuma satu: jadi suara, bukan gema. (MAS)