Sibolangit, suarametro.net – Sebuah kawasan sejuk di kaki Bukit Barisan, biasanya menjadi tempat pelarian dari hiruk-pikuk kota. Namun, pada Rabu siang, 28 Mei 2025, suasana tenang itu pecah oleh operasi gabungan Kejaksaan Agung dan TNI. Targetnya: Eddy Suranta Gurusinga alias Godol, buronan kasus kepemilikan senjata api ilegal yang juga diduga terlibat dalam pembacokan jaksa di Deli Serdang.
Penangkapan ini bukan sekadar penegakan hukum biasa. Ia membuka tabir kompleksitas hubungan antara aparat penegak hukum dan dunia kriminal di Sumatera Utara.
Godol Dari Terpidana hingga Buronan
Eddy Suranta Gurusinga, atau yang lebih dikenal dengan panggilan ‘Godol’, telah lama menjadi sosok yang diburu. Ia divonis satu tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada 25 September 2024 atas kepemilikan senjata api ilegal, berdasarkan putusan kasasi nomor 342 K/PID/2025. Namun, sejak vonis itu dijatuhkan, Godol menghilang, masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Negeri Deli Serdang.
Pelariannya berakhir di Pemandian Alam Kenan, Desa Sembahe, Kecamatan Sibolangit. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, saat penangkapan, Godol bersikap tidak kooperatif dan melawan. Setelah diamankan, ia langsung dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan untuk menjalani hukumannya.
Pembacokan Jaksa Luka di Tubuh Penegak Hukum
Empat hari sebelum penangkapan Godol, pada 24 Mei 2025, jaksa Jhon Wesli Sinaga dan staf Tata Usaha Kejari Deli Serdang, Asensio Silvanof Hutabarat, menjadi korban pembacokan di Serdang Bedagai. Pelaku, yang belakangan diketahui bernama Alpa Patria Lubis alias Kepot dan Surya Darma alias Gallo, telah ditangkap oleh pihak kepolisian.
Yang menarik, Jhon Wesli adalah jaksa yang menangani kasus kepemilikan senjata api ilegal yang menjerat Godol. Selain itu, Jhon juga dikenal memiliki hubungan dengan Kepot, salah satu pelaku pembacokan. Menurut Harli Siregar, Jhon berkomunikasi dengan Kepot untuk mencari keberadaan Godol agar dapat dieksekusi sesuai putusan pengadilan.
Menelusuri Benang Merah, Apakah Ada Keterkaitan?
Pertanyaan besar pun muncul: apakah pembacokan terhadap Jhon Wesli dan Asensio berkaitan langsung dengan kasus Godol? Harli Siregar menyatakan bahwa pihak Kejaksaan Agung masih mendalami kemungkinan adanya hubungan komunikasi antara Godol dan pelaku pembacokan. Namun, hingga saat ini, belum ada bukti konkret yang mengaitkan langsung Godol dengan aksi kekerasan tersebut.
Satgas SIRI Reformasi di Tengah Badai
Penangkapan Godol menjadi ujian bagi Tim Satgas Intelijen Reformasi dan Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung. Satgas ini dibentuk sebagai bagian dari upaya reformasi internal Kejaksaan, dengan tujuan meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan membangun kepercayaan publik. Keberhasilan mereka dalam menangkap buronan yang telah lama menghilang menunjukkan komitmen terhadap reformasi tersebut.
Potret Kompleksitas Penegakan Hukum
Kasus ini juga mencerminkan kompleksitas penegakan hukum di daerah seperti Deli Serdang. Hubungan personal antara jaksa dan pelaku kriminal, serta dugaan adanya komunikasi antara aparat dan pelaku kejahatan, menimbulkan pertanyaan tentang integritas dan profesionalisme penegak hukum di daerah. Hal ini menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat dan reformasi struktural di tingkat daerah.
Jalan Panjang Menuju Keadilan
Penangkapan Godol dan kasus pembacokan jaksa di Deli Serdang menjadi cermin bagi sistem peradilan pidana kita. Ia menunjukkan bahwa penegakan hukum bukan hanya soal menangkap dan menghukum pelaku kejahatan, tetapi juga tentang membangun sistem yang adil, transparan, dan bebas dari konflik kepentingan.
Reformasi di tubuh Kejaksaan harus terus dilanjutkan, dengan fokus pada peningkatan integritas, akuntabilitas, dan profesionalisme aparat penegak hukum. Hanya dengan demikian, kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dapat dipulihkan dan diperkuat.
Menatap Masa Depan
Kasus Godol dan pembacokan jaksa di Deli Serdang adalah pengingat bahwa reformasi hukum adalah proses yang panjang dan penuh tantangan. Namun, dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk Kejaksaan Agung, TNI, dan masyarakat sipil, kita dapat membangun sistem peradilan yang lebih baik, lebih adil, dan lebih manusiawi.
Pelajaran dari Sibolangit harus menjadi momentum untuk introspeksi dan perubahan. Karena keadilan bukan hanya tentang menghukum yang bersalah, tetapi juga tentang memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan benar, tanpa intimidasi, dan dengan penuh integritas. (MAS)