Idul Adha 1446 H : NasDem Sumut Tunaikan Qurban, 3 Ekor Sapi untuk Masyarakat

Sumut, Suarametro.net – Tiga ekor sapi berdiri tenang di halaman kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai NasDem Sumatera Utara. Hari itu Jumat, 6 Juni 2015, Idul Adha 1446 Hijriah. Udara hangat mengalir pelan dari sisi Medan yang ramai. Tak lama kemudian, takbir menggema, dan darah suci kurban pun mengalir.

Pemandangan itu barangkali biasa bagi sebagian orang. Tapi tidak bagi Mak Kamsiah, seorang janda renta di sekitaran kantor partai itu. Sudah lima tahun ia tak pernah mencium harum daging di hari raya. “Saya biasa masak kuah air aja, Kak,” ujarnya sambil menahan haru.

Tahun ini berbeda. Satu kantong plastik berisi daging kurban tiba di tangan Mak Kamsiah. Beratnya tak seberapa. Tapi nilai yang terkandung di dalamnya jauh melampaui timbangan kiloan. Ada penghargaan, ada empati, dan ada harapan yang dibungkus dalam aroma lemak dan otot sapi.

Komitmen yang Disembelih Bersama Sapi

Di tengah geliat politik yang kadang lebih ramai di televisi daripada di dapur rakyat, langkah Partai NasDem Sumut ini bukan sekadar ritual. Menurut Wakil Ketua DPW NasDem Sumut, Ricky Anthony, kegiatan ini adalah cara mereka “menyingkirkan hal-hal yang menghalangi untuk mendekatkan diri kepada Allah”.

Tiga ekor sapi disembelih. Dagingnya dibagi ke warga di sekitar kantor partai. Tampak sederhana. Tapi siapa bilang keikhlasan harus mewah? “Hari ini, kita sembelih tiga ekor. Dagingnya langsung dibagikan ke warga yang tinggal di sekitar sini,” kata Ricky, lelaki muda yang dikenal santun dan aktif di berbagai kegiatan sosial itu.

Namun, di balik pernyataan normatif itu, sesungguhnya ada tekanan moral yang dalam: masih banyak politikus yang hadir hanya saat kampanye. Berbeda dengan NasDem Sumut kali ini. Mereka memilih hadir di tengah masyarakat, saat para politikus biasanya sibuk libur.

Ketika Daging Mengalahkan Janji

Sudah menjadi rahasia umum, sebagian warga kecil hanya bisa mencium bau daging ketika tetangga mereka masak. Idul Adha sering menjadi momen “pamer” di media sosial, bukan momen mendekatkan sesama.

Tapi pada Jumat siang itu, yang tersebar bukan selfie, melainkan senyum-senyum lebar dari warga yang menerima sebungkus daging segar. “Saya tahu ini tak bisa menyelesaikan semua masalah. Tapi ini bukti bahwa kami ingin tetap bermanfaat, meski hanya lewat sepotong daging,” ucap Ricky lagi, menegaskan bahwa politik seharusnya menyentuh rasa, bukan sekadar angka elektabilitas.

Karena bukankah kurban adalah tentang menyerahkan sesuatu yang kita cintai kepada yang lebih membutuhkan?

Dari Sapi ke Syariat: Potongan yang Mendalam

Berqurban adalah ibadah. Tapi dalam politik, ia juga bisa menjadi bentuk komunikasi paling tulus. Daging tak bisa bicara, tapi ia bisa menyampaikan pesan: Kami peduli. Kami hadir.

Menurut Ricky, kegiatan ini bukan sekadar tradisi. Ini adalah syariat. Ini tentang semangat menyerahkan ego, kekuasaan, dan kelebihan—demi sesama. “Keutamaan berqurban itu bahkan lebih utama dari bersedekah biasa,” tuturnya.

“Karena ini menuntut pengorbanan. Dan kami di NasDem ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa partai politik juga mampu berkorban, bukan hanya mencari suara.” Tambah ricky.

Daging yang Mengajarkan

Mak Kamsiah mungkin tak tahu banyak soal partai. Tapi sore itu, ia mencatat satu hal di hatinya: Partai NasDem yang tidak sekadar bicara.

Ia bukan satu-satunya. Ada puluhan warga yang menikmati daging dari tiga sapi yang disembelih. Mungkin ini bukan solusi permanen. Tapi bukankah perubahan besar selalu dimulai dari potongan kecil?

Di tengah krisis kepercayaan terhadap politik dan politisi, potongan daging itu mungkin lebih berguna daripada seribu baliho.

Politik yang Punya Hati

Idul Adha selalu membawa pesan pengorbanan. Tapi hari itu, Partai NasDem Sumut menambahkan satu pesan lagi: keberpihakan. Tak semua orang mampu membeli daging. Tapi semua orang berhak merasakan kasih dan perhatian.

DPW Partai NasDem Sumut tak sedang mencoba menjadi pahlawan. Mereka hanya mencoba untuk hadir. Dan dalam dunia politik hari ini, kehadiran nyata seringkali lebih langka dari janji kampanye.

Seperti potongan-potongan daging kurban yang menyusup ke dalam panci warga, semoga nilai-nilai kemanusiaan ini menyusup juga ke dalam agenda politik: lebih banyak memberi, lebih sedikit berjanji. (MAS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: