Ricky Anthony di Tengah Takbir Anak Muda: Politik yang Merakyat, Bukan Sekadar Seremonial

Langkat, suarametro.net – Suara takbir bergema dari pengeras suara masjid, membaur dengan tabuhan bedug yang menggema di lapangan Kecamatan Hinai, Langkat. Di tengah kerumunan, seorang lelaki muda mengenakan peci hitam dan kemeja putih melangkah ke panggung sederhana. Dengan tangan mantap, ia menabuh bedug—menandai dimulainya Festival Gema Takbir Idul Adha 1446 H. Bukan ustaz, bukan imam, tapi Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara, Ricky Anthony

Politik yang Menyentuh Tanah

Langkah Ricky malam itu tidak didahului protokoler berbelit. Ia datang bukan untuk pidato panjang, melainkan menegaskan satu hal: bahwa politik bisa menyentuh rakyat tanpa jarak.

Tabuhan bedug yang ia pukul bukan hanya simbol dimulainya festival, tapi juga cara lembut menyapa masyarakat yang selama ini haus perhatian. “Saya hadir bukan sekadar seremonial. Ini bentuk komitmen kami di NasDem untuk mendukung kegiatan positif masyarakat,” ujar Ricky, yang malam itu disambut antusias oleh belasan grup takbiran dan ratusan warga yang memadati lapangan.

Dengan sorot lampu seadanya dan panggung yang dibangun gotong royong, festival itu menjadi panggung rakyat. Anak-anak membawa bedug dari rumah, pemuda-pemudi menghias kostum, dan ibu-ibu menyediakan minuman hangat. Semua menyatu dalam semangat yang sama: menyambut Idul Adha dengan kebanggaan lokal.

Gema Takbir, Gema Perubahan

Festival Gema Takbir bukan hanya ajang lomba kreativitas suara. Ia adalah pelampiasan rindu akan ruang ekspresi yang menyejukkan. Ricky menyadari hal ini, dan ia mengangkat pentingnya peran pemuda dalam menjaga budaya yang mulai tergerus zaman. “Kita ingin kegiatan seperti ini menjadi wadah yang menyehatkan bagi anak-anak muda. Supaya mereka jauh dari aktivitas negatif,” ucapnya dengan nada tegas tapi bersahabat.

Pesannya mengandung visi yang tak klise. Bagi Ricky, kegiatan keagamaan bukan hanya ritual tahunan. Ia menjadi alat sosial yang membentuk karakter, membangun interaksi, dan menyatukan berbagai lapisan masyarakat. Ia ingin lebih dari sekadar menjadi pejabat yang hadir saat kamera menyala. Ia ingin hadir saat gema takbir menggema dari kampung-kampung terpencil.

BKPRMI, Mesin dari Akar Rumput

Festival ini digagas oleh BKPRMI Kabupaten Langkat bersama Kecamatan Hinai. Sebuah lembaga pemuda yang tidak didanai besar, tapi tetap kuat berlari karena keyakinan akan pentingnya merawat generasi muda lewat ruang religius yang menyenangkan.

Ricky menyampaikan apresiasinya kepada para relawan BKPRMI. Baginya, mereka adalah contoh nyata bahwa perubahan tidak harus menunggu pemimpin besar. Perubahan bisa digerakkan dari langgar, musala, dan tangan-tangan kecil yang bekerja dengan cinta. “Kreativitas dan kesungguhan para peserta ini luar biasa. Saya yakin akan menjadi generasi yang bisa diandalkan,” kata Ricky, sembari memberi semangat kepada peserta termuda yang malam itu membawa bedug buatan sendiri.

Politik Tidak Selalu Elit

Kehadiran Ricky malam itu memberi warna berbeda. Ia tak banyak bicara soal partai, visi-misi, apalagi pencitraan. Ia lebih memilih mendengarkan, menyalami peserta, dan duduk bersama juri menilai penampilan grup takbiran.

Camat Hinai, Bahrum SE, mengaku tersentuh. “Jarang ada pejabat tingkat provinsi yang mau turun sampai sini hanya untuk mendampingi warga takbiran. Kami merasa dihargai,” tuturnya.

Bahrum tak sedang menjilat. Warga Hinai tahu betul kapan mereka benar-benar didatangi, dan kapan hanya dijadikan latar belakang foto kampanye. Malam itu, Ricky membuktikan dirinya berbeda. Ia datang dengan niat mendekat, bukan sekadar mampir.

Tabuhan yang Tak Hanya Bergema di Malam Hari

Apa yang dilakukan Ricky Anthony malam itu mungkin hanya dianggap sepele oleh sebagian orang. Tapi bagi warga Hinai, terutama para remaja masjid dan orang tua mereka, kehadiran wakil rakyat di tengah festival kecil seperti ini sangat berarti.

Ricky tak hanya membuka acara. Ia membuka harapan. Bahwa pemuda-pemuda kampung ini akan diingat, diberi ruang, dan mungkin suatu saat diberi peran lebih besar dalam panggung pembangunan.

Dan malam itu, saat suara takbir naik ke langit, tabuhan bedug Ricky tak hanya menggema di lapangan Hinai. Ia bergema di hati warga, sebagai pengingat bahwa politik bisa hadir dalam bentuk paling tulus: mendengarkan dan membersamai.

Di tengah gegap gempita Idul Adha, ada satu bedug yang ditabuh oleh seorang politisi muda dari NasDem. Bukan untuk mencari sorotan, tapi untuk memastikan bahwa gema takbir tidak hanya menggetarkan langit, tapi juga membuka jalan bagi pemuda desa untuk tumbuh dengan bangga.

Jika para pemimpin bisa sesering mungkin menabuh “bedug harapan” seperti Ricky Anthony malam itu, mungkin negeri ini akan punya lebih banyak gema kebaikan, dari kampung-kampung kecil hingga ke pusat kekuasaan.(MAS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: