Langkat, Suarametro.net —Sebanyak 14 perwakilan kelompok nelayan dari Dusun X Pematang Buluh dan Dusun XIII Mekar Pematang Buluh, Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, melakukan audiensi dengan Kepala Desa Khairi Sahril pada Kamis, 17 Juli 2025. Dalam pertemuan yang digelar di aula kantor desa itu, para nelayan menyampaikan keluhan mengenai penurunan hasil tangkapan kepiting yang mencapai 70–80 persen dalam dua tahun terakhir.
Nelayan Andalkan Sampan Usang dan Jalan Kaki
Menurut para nelayan, turunnya hasil tangkap bukan hanya disebabkan oleh faktor alam, tetapi juga karena keterbatasan alat transportasi dan dugaan pencemaran sungai. “Kami masih menggunakan sampan serempu dan mendayung dengan tenaga sendiri. Ada yang bahkan harus naik kereta dulu lalu jalan kaki menyusuri sungai untuk memasang bubu,” ujar Samsul Efendi.
Ia menuturkan bahwa banyak nelayan kini kesulitan menjangkau lokasi tangkap yang lebih jauh. Peralatan mereka sudah tidak memadai dan tidak bisa bersaing dengan kondisi alam yang makin menantang. “Kami hanya ingin sampan yang bisa dipasangi mesin agar lebih efisien dan aman,” katanya.
Kades Khairi: “Silakan Ajukan Proposal, Akan Kami Anggarkan”
Menanggapi hal itu, Kepala Desa Khairi Sahril menyatakan kesiapannya untuk membantu. Ia menegaskan bahwa pemerintah desa akan mengalokasikan bantuan pengadaan sampan bermesin melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2026. “Silakan ajukan proposal tertulis. Hari ini jadi dasar, dan akan saya teruskan juga kepada pengusaha sawit agar mereka tahu persoalan yang dihadapi warga,” ujarnya.
Khairi juga mengingatkan bahwa investasi yang masuk ke desa harus tetap mematuhi nilai-nilai kearifan lokal dan tidak merugikan ekosistem yang menopang kehidupan masyarakat. “Mereka harus paham, desa ini punya nelayan, punya sungai yang harus dijaga bersama,” ujarnya menegaskan.
Komitmen Moral dan Kepekaan Sosial Kepala Desa
Kepala Desa Khairi Sahril menambahkan bahwa dirinya merasa bertanggung jawab secara moral untuk memperjuangkan keberlangsungan hidup para nelayan kecil di desanya. “Kalau bukan kita yang memperhatikan mereka, siapa lagi? Nelayan ini bagian dari identitas desa kita, jangan sampai tergusur karena pembangunan yang tak berpihak,” tegasnya.
Menurut Khairi, pembangunan desa tak hanya soal fisik, tetapi menyentuh aspek keberlanjutan sosial dan ekologi. “Saya ingin desa ini maju tanpa meninggalkan warganya. Keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan harus terus kita jaga,” katanya.
Setelah pertemuan resmi, Khairi bahkan terlihat menyempatkan waktu berbincang santai dengan para nelayan di teras kantor desa. Ia mendengarkan satu per satu cerita mereka sambil mencatat hal-hal penting di buku kecilnya. “Saya ingin solusi yang bukan hanya berhenti di ruang rapat, tapi benar-benar menyentuh hidup mereka,” katanya.
BPD dan Pendamping Nelayan Desak Kepedulian Investor
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tanjung Ibus, Aslianda Adam, menyatakan dukungan atas kebijakan kepala desa. Menurutnya, aspirasi nelayan harus menjadi prioritas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. “Ini bagian dari keadilan sosial. Kita tidak boleh tutup mata terhadap yang lemah,” ujarnya.
Sementara itu, pendamping kelompok nelayan, Aliandi, menjelaskan bahwa pencemaran Sungai Pematang Buluh yang diduga berasal dari limbah kelapa sawit berdampak besar terhadap hasil tangkapan nelayan maupun panen tambak. “Banyak tambak gagal panen. Bahkan sekarang ada yang mau alih fungsi jadi kebun sawit karena tak sanggup lagi bertahan,” katanya.
Aliandi juga menyayangkan sikap para pengusaha kebun sawit yang dinilai abai terhadap masyarakat desa. “Tidak pernah ada kontribusi sosial, tidak peduli terhadap kerusakan lingkungan, dan jalan desa pun rusak karena dilewati kendaraan bertonase tinggi milik mereka,” tambahnya.
Harapan Terbuka Bagi Nelayan Kecil
Wahyudi, seorang nelayan yang hadir dalam audiensi, menyampaikan rasa haru dan terima kasihnya atas respons cepat dan perhatian dari kepala desa. “Kami sangat bersyukur. Bantuan ini akan sangat besar artinya untuk keberlangsungan hidup kami. Kami doakan Pak Kades selalu diberi kekuatan dan umur panjang,” ucapnya dengan suara terbata.
Bagi para nelayan kecil di Tanjung Ibus, kepedulian seorang kepala desa bukan sekadar kebijakan, melainkan bentuk nyata keberpihakan negara pada rakyat kecil. Mereka tak mengharapkan belas kasihan, hanya akses untuk bisa bertahan hidup dengan cara yang layak. Dan hari itu, di tengah aula desa yang sederhana, mereka pulang dengan secercah harapan baru. (MAS)